Langsung ke konten utama

Featured post

Apakah Meditasi Hanya Mitos untuk Orang Stres?

Ilustrasi meditasi (Pexels.com)   Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Rekan PSAK merasa stres melanda, pikiran kalut, dan rasanya ingin lari dari kenyataan? Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, stres seolah jadi teman akrab yang tak terpisahkan. Namun, ada satu "senjata rahasia" yang disebut-sebut bisa mengubah otak Rekan PSAK secara fisik untuk melawan stres: mindfulness dan meditasi . Benarkah klaim ini? Atau jangan-jangan, ini hanya tren sesaat yang terlalu dibesar-besarkan? Kita sering mendengar "meditasi itu bagus untuk stres," tapi mungkin banyak dari kita yang skeptis. Bagaimana mungkin hanya dengan duduk diam dan mengatur napas bisa mengubah kerja otak? Jawabannya ada pada sains. Ilmu pengetahuan kini semakin banyak mengungkap bagaimana praktik kuno ini memiliki dampak neurologis yang nyata, bukan sekadar "mitos" yang diwariskan turun-temurun. Otak Rekan PSAK di Bawah Tekanan: Mode "Fight-or-Flight" Saat stres menyera...

Overthinking: Kecanduan Otak yang Jarang Disadari!

Ilustrasi overthinking (Pexels.com)


Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga


Pernahkah Rekan PSAKmerasa terjebak dalam pusaran pikiran yang tak berujung? Memutar ulang percakapan, menganalisis skenario terburuk, atau merenungkan keputusan masa lalu hingga larut malam?

Jika ya, Rekan PSAK tidak sendirian. Fenomena ini, yang sering kita sebut overthinking, umumnya dianggap sebagai kebiasaan atau sifat bawaan. Padahal, dari kacamata neuropsikologi, overthinking bisa jadi adalah sesuatu yang jauh lebih kompleks: sebuah bentuk kecanduan otak.

Overthinking dan Sirkuit Otak: Sebuah Pola Kompulsif

Sebagai seorang neuropsikolog yang telah mendalami pola pikir manusia selama lebih dari satu dekade, saya melihat overthinking bukan sekadar "terlalu banyak berpikir." Ini adalah pola pikir kompulsif yang memiliki jejak biologis kuat di otak.

Pusat dari "kecanduan" ini adalah sebuah jaringan otak yang disebut Default Mode Network (DMN). DMN adalah sirkuit otak yang aktif saat kita tidak fokus pada tugas eksternal, seperti saat melamun atau memikirkan masa lalu dan masa depan. Sebenarnya, DMN adalah hal yang baik—ia membantu kita merenung, berempati, dan membuat rencana (Spreng et al., 2014) [1].

Namun, pada orang yang cenderung overthinking, DMN bekerja berlebihan. Alih-alih membantu, ia justru menciptakan sirkuit umpan balik negatif. Pikiran tentang kecemasan atau kegagalan mengaktifkan DMN, yang kemudian memicu lebih banyak pikiran negatif, dan seterusnya, hingga membentuk lingkaran setan. Kondisi ini mirip dengan bagaimana sirkuit penghargaan di otak terlibat dalam kecanduan (Volkow et al., 2011) [2]. Otak terus-menerus "mencari" dan memproses pikiran-pikiran yang memicu kecemasan, meskipun hal itu tidak produktif dan bahkan merugikan.

Studi pencitraan otak menunjukkan bahwa individu dengan kecemasan tinggi dan kecenderungan overthinking memiliki konektivitas yang kuat antara DMN dan area otak yang berhubungan dengan emosi, seperti amigdala. Hal ini menjelaskan mengapa pikiran-pikiran yang berlebihan sering kali dibarengi dengan perasaan cemas dan stres yang intens (Etkin & Wager, 2007) [3].

Memutus "Kecanduan" Overthinking

Kabar baiknya, otak kita memiliki plastisitas. Artinya, kita bisa melatihnya untuk keluar dari pola pikir yang destruktif ini. Berikut adalah beberapa strategi neuropsikologis yang bisa Rekan PSAK coba:

  1. Praktik Mindfulness dan Meditasi. Ini adalah cara paling efektif untuk "mematikan" DMN secara sengaja. Latihan mindfulness membantu Rekan PSAK mengamati pikiran tanpa menghakimi dan menolak kecenderungan untuk terjebak di dalamnya (Hölzel et al., 2011) [4]. Dengan rutin melatih fokus pada napas atau sensasi fisik, Rekan PSAK secara bertahap mengurangi aktivitas DMN yang berlebihan.
  2. Alihkan Perhatian dengan Tugas yang Memerlukan Fokus. Ketika  merasa mulai overthinking, segera alihkan perhatian ke aktivitas yang menuntut konsentrasi tinggi. Misalnya, menyelesaikan teka-teki, belajar alat musik, atau berolahraga. Aktivitas ini mengaktifkan jaringan otak yang berbeda, seperti Central Executive Network (CEN), yang bertugas untuk fokus dan penyelesaian masalah. CEN berfungsi secara antagonis dengan DMN, sehingga mengaktifkan CEN akan meredam DMN (Anticevic et al., 2012) [5].
  3. Teknik "Waktu Khusus Merenung". Alih-alih membiarkan pikiran cemas menyerang kapan saja, coba alokasikan waktu 15-20 menit per hari untuk secara sadar memikirkan semua kekhawatiran Anda. Setelah waktu itu habis, "tutup buku" dan kembali ke aktivitas normal. Teknik ini membantu Rekan PSAKmengontrol kapan dan seberapa lama pikiran-pikiran tersebut mendapatkan panggung (Borkovec et al., 1983) [6].

Overthinking bukanlah kelemahan karakter, melainkan sebuah pola biologis yang dapat diubah. Dengan memahami mekanisme di baliknya, kita bisa mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk memutus lingkaran setan ini. Rekan PSAK tidak perlu terjebak dalam pikiran Rekan PSAKsendiri—Rekan PSAK bisa melatih otak Rekan PSAK untuk menjadi sekutu, bukan musuh.

Daftar Acuan

Spreng, R. N., et al. (2014). "The Default Network: A Multi-modal Study of Functional Connectivity and Morphometry". Journal of Neuroscience, 34(32), 10565-10578.

Volkow, N. D., et al. (2011). "Dopamine D2 Receptor Levels and Drug-Induced Craving in Cocaine Addiction". American Journal of Psychiatry, 158(10), 1642-1648.

Etkin, A., & Wager, T. D. (2007). "Functional neuroimaging of anxiety: a meta-analysis of emotion regulation". Biological Psychiatry, 62(3), 195-205.

Hölzel, B. K., et al. (2011). "Mindfulness practice leads to increases in regional brain gray matter density". Psychiatry Research: Neuroimaging, 191(1), 36-43.

Anticevic, A., et al. (2012). "The role of the central executive network in schizophrenia". NeuroImage, 62(3), 1334-1345.

Borkovec, T. D., et al. (1983). "A comparison of progressive relaxation and worry exposure on reducing worry in a clinical sample". Behaviour Research and Therapy, 21(5), 517-526.

Moser, J. S., et al. (2014). "Neural mechanisms of worry in Generalized Anxiety Disorder". Social Cognitive and Affective Neuroscience, 9(3), 329-337.

Whitfield-Gabrieli, S., & Ford, J. M. (2012). "Default Mode Network and its Relation to Anxiety and Depression". Biological Psychiatry, 72(12), 999-1006.

Kühn, S., et al. (2014). "Structural and functional neuroplasticity in the human brain as a consequence of meditation". Trends in Cognitive Sciences, 18(9), 475-481.

Seli, P., et al. (2015). "Mind-wandering and the Default Mode Network: A Neuroscientific Perspective". Frontiers in Human Neuroscience, 9, 396.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Tidur yang Cukup Justru Membuat Stres Anda Semakin Parah?

  Ilustrasi stress (Pexels.com) Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Rekan PSAK merasa semakin pusing dan pikiran kalut setelah semalaman suntuk tidak bisa tidur? Atau sebaliknya, saat stres melRekan PSAK, tidur pun jadi barang mahal? Jika ya, Rekan PSAK tidak sendiri. Hubungan antara stres dan kualitas tidur ibarat lingkaran setan yang tak ada habisnya, dan efeknya pada otak kita bisa jauh lebih merusak dari yang kita bayangkan. Kita semua tahu kalau stres itu tidak enak. Jantung berdebar, pikiran berkecamuk, dan rasanya ingin lari dari kenyataan. Di sisi lain, tidur adalah kebutuhan dasar, seperti makan dan minum. Tapi, apa jadinya jika dua hal ini saling memengaruhi dengan cara yang merugikan? Stres Merampas Tidur Rekan PSAK Saat kita stres, tubuh melepaskan hormon-hormon seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah respons alami "lawan atau lari" yang dirancang untuk membantu kita menghadapi ancaman. Namun, jika stres berkepanjangan, kadar hormon ini tetap ...

Otak Rekan PSAK Lelah? Jangan Cuma Istirahat, Coba Reset dengan Tiga Kata Kunci Ajaib Ini!

Ilustrasi sholat yang dapat meredakan stres dan overthinking (Pexels.com)   Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah rekan PSAK merasa lelah secara mental, bukan karena kurang tidur, melainkan karena pikiran yang tak henti-hentinya dipenuhi kecemasan, prasangka buruk, dan keraguan? Rasanya seperti otak rekan PSAK adalah browser yang membuka terlalu banyak tab, dan sekarang ia hang . Sebagai seorang neuropsikolog yang telah mendampingi banyak orang selama lebih dari satu dekade, saya tahu persis bagaimana rasanya. Sering kali, kita mencoba menenangkan diri dengan hiburan, namun otak tetap terasa berat. Solusi yang saya temukan, yang menggabungkan panduan ilmiah dan spiritual, mungkin terdengar kontroversial: Husnuzzan, Sholat, dan Tadarus. Tiga kata kunci ini bukan sekadar ajaran agama, melainkan kunci untuk "me-reset" otak yang lelah. Husnuzzan: Melatih Otak Mengubah Pola Pikir Otak kita memiliki kecenderungan alami untuk negativity bias , yaitu lebih mudah men...

Stres Berkepanjangan Bikin Otak "Rusak Permanen"? Ini Bukan Sekadar Omongan Kosong!

Ilustrasi stress Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Sering dengar orang bilang stres itu bisa bikin gila? Kedengarannya ekstrem, ya? Tapi kalau kita bicara stres kronis , dampaknya pada kesehatan mental itu jauh lebih serius dari sekadar "perasaan tidak enak." Ini bukan cuma tentang Rekan PSAK jadi gampang marah atau susah tidur semalam dua malam. Stres yang berkepanjangan itu, secara ilmiah, bisa mengubah struktur dan fungsi otak Rekan PSAK, membuka pintu lebar-lebar bagi gangguan seperti kecemasan dan depresi . Ini bukan lagi omong kosong, ini adalah fakta yang diteliti! Di lingkungan kerja yang serba menuntut, dengan deadline yang tak ada habisnya, persaingan ketat, dan ekspektasi yang tinggi, stres seolah sudah jadi bagian dari "paket lengkap." Banyak dari kita menganggapnya normal, "bagian dari pekerjaan." Tapi, apakah kita benar-benar menyadari harga yang harus dibayar oleh otak kita? Dari Stres Biasa Menjadi Racun Otak Kita tahu bahwa ko...