![]() |
Ilustrasi stress (Pexels.com) |
Pernah dengar anggapan kalau otak itu sudah "jadi"
dan tidak bisa diubah setelah dewasa? Buang jauh-jauh mitos itu! Anggapan itu
salah besar dan justru bisa jadi alasan kenapa Rekan PSAK merasa
"mentok" dan tidak berdaya menghadapi badai stres. Faktanya, otak Rekan
PSAK itu seperti karet, alias plastis! Ini bukan tentang sulap, tapi
tentang neuroplastisitas, kemampuan luar biasa otak untuk terus
beradaptasi, berubah, dan bahkan membentuk koneksi baru sepanjang hidup Rekan
PSAK. Dan kabar baiknya, kemampuan ini bisa kita latih untuk membuat otak lebih
kebal terhadap stres.
Di dunia yang serba cepat, tekanan kerja, drama pribadi,
hingga kemacetan jalanan bisa jadi pemicu stres yang tiada henti. Kita sering
merasa lelah, kewalahan, dan otak jadi "lemot." Tapi bagaimana jika
saya katakan bahwa stres itu justru bisa jadi kesempatan untuk membuat
otak Rekan PSAK lebih tangguh? Ini bukan omong kosong belaka, melainkan fakta
ilmiah yang didukung oleh konsep neuroplastisitas.
Neuroplastisitas: Otak Itu Fleksibel, Bukan Kaku!
Selama puluhan tahun, dunia medis percaya bahwa setelah masa
kanak-kanak, otak orang dewasa relatif statis dan tidak banyak berubah. Namun,
penelitian modern telah membuktikan sebaliknya. Neuroplastisitas adalah
kemampuan otak untuk reorganisasi dirinya sendiri dengan membentuk koneksi
saraf baru (neuron) sepanjang hidup (Pascual-Leone et al., 2005). Ini berarti
otak Rekan PSAK tidak hanya beradaptasi dengan pengalaman baru, tapi juga bisa
pulih dari cedera dan bahkan belajar fungsi baru.
Bayangkan jalan raya di dalam otak Rekan PSAK. Setiap kali Rekan
PSAK belajar hal baru, menghadapi situasi baru, atau bahkan hanya mengubah cara
berpikir, otak Rekan PSAK bisa membangun jalan baru, memperlebar jalan lama,
atau bahkan menutup jalan yang jarang dipakai. Ini adalah proses dinamis yang
terjadi secara konstan. Studi oleh Merzenich et al. (1990) menjadi salah satu
pelopor yang menunjukkan bagaimana pengalaman dapat membentuk kembali peta
kortikal di otak.
Stres: Perusak atau Pelatih Otak?
Nah, sekarang hubungannya dengan stres. Stres kronis memang
bisa menjadi racun bagi otak. Kadar kortisol yang tinggi (seperti yang kita
bahas di artikel sebelumnya) bisa merusak neuron, terutama di area yang penting
untuk memori dan pembelajaran seperti hippocampus (McEwen, 2007). Ini
bisa membuat kita sulit fokus, gampang lupa, dan cenderung bereaksi negatif.
Namun, di sisi lain, stres dalam dosis yang tepat (stres
akut yang tidak berkepanjangan) justru bisa memicu respons adaptif. Otak
belajar untuk mengatasi tekanan, dan respons ini bisa memperkuat koneksi saraf
yang relevan (Arnsten, 2009). Ini seperti otot: sedikit beban bisa membuat otot
lebih kuat, tapi beban berlebihan terus-menerus bisa membuatnya cedera.
Kuncinya adalah bagaimana kita melatih otak untuk
memanfaatkan neuroplastisitas demi ketahanan. Ini bukan tentang menghindari
stres sepenuhnya (karena itu mustahil), tapi tentang mengubah cara otak
merespons stres.
Melatih Otak Agar Tangguh Terhadap Stres
Bagaimana caranya? Ini bukan tentang suplemen ajaib atau
alat canggih, tapi tentang kebiasaan sederhana yang secara ilmiah terbukti bisa
"memahat" ulang otak Rekan PSAK:
- Latihan
Mindfulness dan Meditasi: Ini adalah juara dalam melatih
ketahanan otak. Studi menunjukkan bahwa meditasi teratur dapat
meningkatkan densitas materi abu-abu di area otak yang berhubungan dengan
regulasi emosi, perhatian, dan pengambilan keputusan, seperti korteks
prefrontal dan insula (Hölzel et al., 2011; Tang et al., 2015). Dengan
melatih mindfulness, Rekan PSAK belajar mengamati pikiran dan emosi
tanpa terhanyut, yang mengurangi respons berlebihan terhadap stres.
- Olahraga
Aerobik Teratur: Gerak itu penting! Olahraga tidak hanya baik untuk
tubuh, tapi juga untuk otak. Aktivitas fisik, terutama aerobik, dapat
meningkatkan produksi protein yang disebut Brain-Derived Neurotrophic
Factor (BDNF), yang berperan penting dalam pertumbuhan neuron baru dan
sinapsis, terutama di hippocampus (Cotman & Engesser-Cesar, 2002;
Vaynman & Gomez-Pinilla, 2006). Ini artinya, olahraga bisa membantu
otak "memperbaiki diri" dan menumbuhkan sel-sel baru yang
melawan dampak stres.
- Belajar
Hal Baru (Terus Menerus): Jangan berhenti belajar! Entah itu bahasa
baru, alat musik, coding, atau hobi baru yang menantang otak,
aktivitas ini memicu pembentukan koneksi saraf baru dan memperkuat yang
sudah ada (Maguire et al., 2000; Lövden et al., 2010). Ketika otak terus
belajar, ia menjadi lebih fleksibel dan adaptif dalam menghadapi tantangan,
termasuk stres.
- Jaga
Kualitas Tidur: Tidur bukan cuma istirahat pasif. Selama tidur, otak
sibuk melakukan "pembersihan" dan konsolidasi memori. Kurang
tidur kronis justru bisa merusak kemampuan otak untuk beradaptasi dan
membuat Rekan PSAK lebih rentan terhadap stres (Walker, 2017).
Prioritaskan 7-9 jam tidur berkualitas setiap malam.
- Koneksi
Sosial yang Kuat: Manusia adalah makhluk sosial. Interaksi positif
dengan orang lain dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan otak.
Dukungan sosial terbukti memodulasi respons stres dan bahkan memengaruhi
struktur otak (Eisenberger et al., 2007). Jadi, jangan ragu untuk
bercengkrama atau meminta bantuan saat dibutuhkan.
- Pola
Makan Sehat: Otak butuh nutrisi. Konsumsi makanan kaya antioksidan,
omega-3, dan vitamin B dapat mendukung kesehatan neuron dan mengurangi
peradangan yang bisa diperburuk oleh stres kronis (Gómez-Pinilla, 2008).
Neuroplastisitas bukan hanya konsep ilmiah yang keren, tapi
juga harapan nyata. Ini berarti Rekan PSAK tidak terkunci dalam pola respons
stres yang merugikan. Dengan sengaja melatih otak Rekan PSAK melalui
kebiasaan-kebiasaan positif, Rekan PSAK bisa membangun "otot" mental
yang lebih kuat, membuat Rekan PSAK tidak hanya bertahan dari badai stres, tapi
juga keluar dari badai itu dengan otak yang lebih cerdas dan tangguh. Jangan
biarkan stres bikin otak loyo, tapi jadikan dia pelatih pribadi Rekan PSAK!
Referensi:
Arnsten, A. F. T. (2009). Stress signalling pathways that
impair prefrontal cortex function. Nature Reviews Neuroscience, 10(6),
410-422.
Cotman, C. W., & Engesser-Cesar, E. E. (2002). Exercise
enhances and protects brain function. Exercise and Sport Sciences Reviews,
30(2), 75-79.
Eisenberger, N. I., Way, B. M., Taylor, S. E., Welch, W. T.,
& Lieberman, M. D. (2007). Understanding the neural systems of social
support: The role of the anterior cingulate cortex. Current Directions in
Psychological Science, 16(2), 105-109.
Gómez-Pinilla, F. (2008). Brain foods: the effects of
nutrients on brain function. Nature Reviews Neuroscience, 9(7), 568-578.
Hölzel, B. K., Carmody, J., Vangel, M., Congleton, C.,
Yerramsetti, S., Gard, T., & Lazar, S. W. (2011). Mindfulness practice
leads to increases in regional brain gray matter density. Psychiatry
Research: Neuroimaging, 191(1), 36-43.
Lövden, M., Backman, L., Lindenberger, U., Schaefer, S.,
& Schmiedek, F. (2010). A theoretical framework for the study of adult
cognitive plasticity. Psychological Bulletin, 136(6), 1073-1098.
Maguire, E. A., Gadian, D. G., Johnsrude, I. S., Good, C.
D., Ashburner, J., Frackowiak, R. S. J., & Frith, C. D. (2000).
Navigation-related structural change in the hippocampi of taxi drivers. Proceedings
of the National Academy of Sciences, 97(8), 4398-4403.
McEwen, B. S. (2007). Physiology and neurobiology of stress
and adaptation: central role of the brain. Physiological Reviews, 87(3),
873-904.
Merzenich, M. M., Recanzone, G. H., Jenkins, W. M., &
Grajski, A. (1990). Progressive cortical remapping induced by peripheral nerve
stimulation. Journal of Neurophysiology, 63(3), 661-681.
Pascual-Leone, A., Amedi, A., Fregni, F., & Merabet, L.
B. (2005). The plastic human brain cortex. Annual Review of Neuroscience,
28, 377-401.
Tang, Y. Y., Hölzel, B. K., & Posner, M. I. (2015). The
neuroscience of mindfulness meditation. Nature Reviews Neuroscience,
16(4), 213-225.
Vaynman, S., & Gomez-Pinilla, F. (2006). Revenge of the
'muscleheads': how exercise can promote the brain's health and performance. Current
Opinion in Pharmacology, 6(1), 60-66.
Walker, M. P. (2017). Why We Sleep: Unlocking the Power
of Sleep and Dreams. Scribner.
Komentar
Posting Komentar