Langsung ke konten utama

Featured post

Menguasai Stres dalam Karir yang Dinamis: Kunci Sukses Berbasis Neurosains untuk Kesuksesan Profesional di Lingkungan Kerja

  Stres adalah sesuatu yang tak terhindarkan dalam kehidupan kita, terutama di dunia profesional yang penuh tekanan. Namun, tahukah rekan-rekan profesional bahwa stres bisa menjadi senjata makan tuan, merusak kesehatan fisik dan mental kita? Ini bukanlah sekadar omong kosong. Stres yang kronis atau tidak terkendali dapat menghancurkan produktivitas kita , meningkatkan ketidakhadiran, dan bahkan meningkatkan risiko kecelakaan di tempat kerja. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengatasi ini? Ada satu jawaban yang menarik: Neurosains atau keilmuan saraf serta otak . Melalui pe maham an bagaimana otak kita merespons stres, maka kita bisa mengendalikannya dengan lebih efektif. Ketika rekan-rekan profesional merasakan stress fisik dan psikologis , otak akan melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah persiapan tubuh kita untuk menghadapi ancaman. Ini adalah rekasi berantai yang dimulai teraktifkannya bagian otak, yaitu amidgala. Organ ini berfungsi menga

TERAPI DEPRESI DENGAN AKUPUNTUR WEBER

Agus Syarifudin

Pengaruh Cahaya Terhadap Sindrom Depresi
Gangguan mood telah lama dikaitkan dengan cahaya (khususnya cahaya matahari) dan ritme sirkadian (proses biologis yang menunjukkan perputaran endogen dan berulang setiap sekitar 24 jam). Salah satu contohnya adalah gangguan afektif musiman di mana suasana hati berosilasi antara dysthymia (gangguan depresi) selama hari pendek di musim dingin panjang dan euthymia selama hari-hari musim panas yang panjang (Bedrosian & Nelson, 2017).

Sebagian dari hipotalamus mengontrol ritme sirkadian. Faktor cahaya seperti terang dan gelap juga bisa berdampak pada hal ini. Ketika gelap di malam hari, mata mengirim sinyal ke hipotalamus bahwa sudah waktunya untuk merasa lelah. Otak pada gilirannya, mengirimkan sinyal ke tubuh untuk melepaskan melatonin, yang membuat tubuh Anda lelah. Itulah mengapa ritme sirkadian cenderung bertepatan dengan siklus siang dan malam. Hal ini menjelaskan mengapa sangat sulit bagi pekerja shift untuk tidur di siang hari dan tetap terjaga di malam hari.

Glukokortikoid penting dalam respon stres melalui peran mereka dalam aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, di mana mereka terlibat dalam loop umpan balik negatif untuk mempertahankan konsentrasi homeostatik hormon stres. Disregulasi glukokortikoid telah dikaitkan dengan sejumlah gangguan mood; khususnya, hypercortisolemia terdeteksi pada subset pasien depresi mayor. Cahaya secara langsung mempengaruhi sekresi glukokortikoid pada manusia, menunjukkan paparan cahaya yang salah berinteraksi dengan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal dan respon stres (Bedrosian & Nelson, 2017). Sirkadian menyebar sebagian besar sistem yang diyakini mengendalikan suasana hati, termasuk daerah otak limbik, neurotransmitter monoamina dan hipotalamus-hipofisis - sumbu adrenal (Bedrosian & Nelson, 2017).

Fenomena ini menjadi dasar dalam terapi cahaya (phototherapy). Dimana cahaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sel mahluk hidup dan pada akhirnya berdampak pula kepada jaringan, ogran, dan sistem organ. Oleh karena itu cahaya memiliki efek terhadap depresi, maka hal ini pun dijadikan landasan dalam terapi depresi dengan menggunakan cahaya atau phototherapy.

Phototherapy
Aplikasi baru dan menarik dari phototherapy adalah di psikiatri, di mana hasil yang menggembirakan telah dicapai dalam pengobatan gangguan afektif musiman, yang relatif umum di negara-negara Nordik karena musim dingin yang gelap (Lingjærde, 1993). Depresi yang dihasilkan dari gangguan ini dikaitkan dengan rendah tingkat serotonin neurotransmitter di otak. Paparan cahaya meningkatkan tingkat ini, sehingga mengarah pada pengentasan gejala (Deguchi, 1979). Salah satu metode terapi phototherapy adalah dengan pemberian intravenous laser dengan sinar kuning. Hal ini memberikan efek terhadap depresi, yaitu meningkatkan serotonin dan memperbaiki sistem hormon tubuh (Weber, 2017).

Mekanisme biokimia dari terapi laser ini adalah dengan merangsang sel. Secara umum, ada struktur seluler spesifik yang mampu menyerap panjang gelombang tertentu (warna) cahaya (dikenal sebagai fotoreseptor). Pemberian sinar laser atau cahaya merangsang fotoreseptor Stimulus cahaya memberikan sinyal seluler yang mempengaruhi perilaku kimia, metabolisme, gerakan dan ekspresi gen. Semua enzim dan atau protein yang terkait dengan pemberian cahaya menjadi terpengaruh. Alur biokimia ke bawah ini dapat melintasi seluruh sel (Weber, 2017).

Pemberian laser dapat meningkatkan serotonin pada tubuh. Serotonin memainkan peran dalam patofisiologi depresi berasal dari studi tentang "rendahnya kadar tryptophan", di mana manipulasi diet ekstrim digunakan untuk menghasilkan penurunan zat tersebut. Sementara aktivitas serotonin otak diamati melalui berkurangnya ketersediaan asam amino prekursor yaitu tryptophan. Pada peserta sehat tanpa faktor risiko depresi, penipisan tryptophan tidak menghasilkan perubahan suasana hati yang signifikan secara klinis. Namun, pasien depresi yang sembuh bebas pengobatan dapat menunjukkan gejala singkat depresi karena kekurangan zat tersebut yang relevan secara klinis (Cowen & Browning, 2015). 

 Lebih lanjut Cowen dan Bowning (2015) menjelaskan bahwa turunnya kadar tryptophan diharapkan akan merusak efek serotonin, yang mengarah ke akses lebih besar ke pola berpikir negatif. Pada individu di mana pola pemikiran negatif yang sangat suram telah terbentuk selama episode depresif sebelumnya, penurunan kadar tryptophan dapat menyebabkan pengalaman tersebut mudah terjadi kembali. Hal ini pun akan mengarah pada kembalinya gejala depresi yang signifikan secara klinis.

Pemberian laser juga dapat memperbaiki hormon tubuh. Produksi hormon ini berkaitan dengan tingkat depresi. Telah diketahui bahwa perubahan hormonal dapat menyebabkan perubahan emosional yang signifikan dan sebaliknya, karena perubahan dalam sistem saraf pusat, tindakan hormon pada reseptor spesifik atau oleh perubahan metabolik. Oleh karena itu, gangguan endokrin sebagai penghasil homon di tubuh menjadi salah satu kemungkinan penyebab depresi. Hormon corticotrophin, kortisol, estrogen, progesteron dan hormon tiroid diidentifikasi sebagai hormon utama yang berhubungan dengan depresi. Hormon-hormon ini sangat penting untuk fungsi metabolisme yang tepat, oleh karena itu, diamati bahwa perubahan hormonal dapat berkontribusi pada perkembangan depresi serta memperburuk atau bahkan menghambat perawatan pasien yang sudah memiliki gangguan (de Souza Duarte, 2017).

Referensi
Cowen, P.J. & Browning, M. (2015). What has serotonin to do with depression? World Psychiatry 14:2 - June 2015.

de Souza Duarte, N., de Almeida Corrêa, L. M., Assunção, L. R., de Menezes, A. A., de Castro, O. B., & Teixeira, L. F. (2017). Relation between Depression and Hormonal Dysregulation. Open Journal of Depression, 6, 69-78. https://doi.org/10.4236/ojd.2017.63005

Weber, M. (2017). WeberSystemic (Intravenous) Laser Therapy with the Weberneedle® Endolaser Technology. Diakses dari http://www.ec3health.com/wp-content/uploads/2017/06/IV-Laser-Presentation.pdf





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenali Pengertian Stres dan Gejalanya! Awas Jangan Sampai Penanganannya Terlambat

  Waspadai saat mengalami stres ya Sobat PSAK! Karena ini akan berdampak kepada perilaku yang tidak normatif dan produktif. Bahkan merujuk kepada memburuknya kesehatan mental. Saat ini potensi stres penduduk dunia meningkat dengan tajam. Terlebih adanya pandemi   Covid-19 yang belum tahu kapan usia, potensi lock down atau PSBB, dan kerja dari rumah (Work from Home) membuat tekanan fisik dan mental meninggi.   Ini dapat memicu stres yang berkepanjangan. Ilustrasi stres (Foto: Pexels) Secara sepintas stres tampak seperti kelelahan baik fisik dan mental.   Namun jika berkelanjutan dan terjadi dalam jangka waktu panjang akan menjadi stres kronis serta menganggu kejiwaan.   Apa sih pengertian stres? Yuk, kita kenali hal ini lebih dalam sehingga Sobat PSAK dapat mencegah ataupun punya strategi agar Sobat PSAK tidak mengalami stres berlebih. Apa itu Pengertian Stres? Stres adalah respons tubuh kita terhadap tekanan. Banyak situasi atau peristiwa kehidupan yang berbeda dapat menyeb

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.   Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas.   Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity . Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar. Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain.  Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan perilaku, pengetahuan, atau fu

Apa Penyebab Gangguan Belajar? Waspadai Potensi Putus Sekolah dari Anak dengan Gangguan Belajar

    Ilustrasi anak sedang belajar (Foto: Pexels) Jika ditelaah lebih dalam dan sederhana, masalah kesulitan belajar adalah sekelompok masalah fungsi saraf atau berbasis otak yang memengaruhi satu atau lebih cara seseorang menerima, menyimpan, atau menggunakan informasi. Penyebab dari gangguan belajar ini adalah akibat dari berbagai kondisi lho! Hal tersebut mencakup kondisi seperti ketidakmampuan menanggapi secara tepat rangsangan dari indera, cedera di otak, gangguan minimal dari tidak bekerjanya otak secara normal, disleksia (kesulitan membaca), dan kehilangan kemampuan berbicara (afasia) pada perkembangan. Gangguan belajar tidak termasuk masalah yang disebabkan oleh ketidakmampuan penglihatan, pendengaran, atau gerak otot, keterbelakangan mental, gangguan emosional, atau masalah lingkungan, budaya, atau ekonomi.  Uraian ini menekankan bahwa gangguan gangguan belajar terjadi karena adanya masalah pada fungsi penerimaan, pengolahan, dan respon informasi yang dilakukan saraf