Langsung ke konten utama

Featured post

Menguasai Stres dalam Karir yang Dinamis: Kunci Sukses Berbasis Neurosains untuk Kesuksesan Profesional di Lingkungan Kerja

  Stres adalah sesuatu yang tak terhindarkan dalam kehidupan kita, terutama di dunia profesional yang penuh tekanan. Namun, tahukah rekan-rekan profesional bahwa stres bisa menjadi senjata makan tuan, merusak kesehatan fisik dan mental kita? Ini bukanlah sekadar omong kosong. Stres yang kronis atau tidak terkendali dapat menghancurkan produktivitas kita , meningkatkan ketidakhadiran, dan bahkan meningkatkan risiko kecelakaan di tempat kerja. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengatasi ini? Ada satu jawaban yang menarik: Neurosains atau keilmuan saraf serta otak . Melalui pe maham an bagaimana otak kita merespons stres, maka kita bisa mengendalikannya dengan lebih efektif. Ketika rekan-rekan profesional merasakan stress fisik dan psikologis , otak akan melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah persiapan tubuh kita untuk menghadapi ancaman. Ini adalah rekasi berantai yang dimulai teraktifkannya bagian otak, yaitu amidgala. Organ ini berfungsi menga

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.  Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.  Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas. 

Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity. Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar.

Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain. 

Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan perilaku, pengetahuan, atau fungsi kerja dari otak pada anak.  Oleh karenanya pada setiap kegiatan belajar di lakukan ujian untuk melihat perubahan tersebut.


gangguan belajar
Ilustrasi anak sedang belajar (Foto: Pixabay, Pexels)


Secara psikologi, pembelajaran adalah proses yang rumit lho Sobat PSAK! Pembelajaran melibatkan aktivitas otak secara sadar atau tidak sadar.  Kegiatan ini juga memperhatikan beberapa aspek dari informasi di otak. 

Hal tersebut diawali deng hubungan informasi yang masuk.  Kemudian  secara kejiwaan informasi tersebut diatur ke dalam perwakilan berpikir yang saling berhubungan.  Tahap berikutnya adalah menyatukannya dengan pengetahuan terkait yang dimiliki anak.  Kemudian terakhir bagaimana informasi itu diaktifkan dari ingatan jangka panjang mereka.

Namun tidak semua anak memliki keterampilan belajar yang baik lho!  Beberapa anak mengalami kesulitan dalam belajar.  Secara sederhana ada anak yang mengalami pencapaian nilai yang rendah.  Hal ini dapat terjadi pada beberapa mata pelajaran ataupun keseluruhan. 

Dapat dikatakan anak dengan gangguan belajar memiliki nilai ketuntatasan minum atau KKM yang berada di bawah standar.  Pencapaian mereka lebih rendah dibandingkan anak lain pada usia yang sama. 

Tantangan belajar di sekolah dasar pun semakin berat ya Sobat PSAK.  Terlebih saat ini banyak sekolah menggunakan standar nilai kriteria kentuntasan minimal (KKM) yang tinggi.  Beberapa sekolah unggulan menerapkan KKM di atas 80 untuk beberapa mata pelajaran. Tentu ini amat berat bagi anak yang alami masalah dalam pemerosesan informasi, khususnya kesulitan belajar.

Namun demikian diagnosa dari gangguan belajar tidak dapat dilakukan oleh guru atau orang tua lho!  Selain pencapaian nilai yang buruk, perlu ditegakkan oleh psikolog klinis anak atau pun psikolog pendidikan untuk mendiagnosanya.  Perlu dilakukan beberapa test dan konfirmasi bahwa anak memang kesulitan belajar atau tidak.   

Bagaimana cara mengidentifikasi kesulitan belajar? 

Jika ditelaah lebih dalam dan sederhana, masalah kesulitan belajar adalah sekelompok masalah fungsi saraf atau berbasis otak yang memengaruhi satu atau lebih cara seseorang menerima, menyimpan, atau menggunakan informasi.

Kesulitan belajar datang dalam berbagai bentuk dan pengaruhnya yang  berbeda dari satu orang ke orang yang lainnya. Mereka berhubungan dengan:

Memasukkan informasi ke dalam otak (Input)

Memahami informasi ini (Organisasi)

Menyimpan dan mengambil informasi (Memori)

Mendapatkan informasi kembali (Output)

Anak dengan kesulitan belajar memiliki kecerdasan rata-rata hingga di atas rata-rata. Akan tetapi mereka memiliki gangguan yang sangat khusus dalam satu atau lebih proses psikologis yang berkaitan dengan pembelajaran. Proses ini mungkin termasuk:

Pemrosesan bahasa (memahami dan mengungkapkan informasi menggunakan kata-kata)

Pemrosesan visual-spasial (memahami atau mengatur informasi penglihatan)

Pemrosesan motorik visual (melakukan aktivitas yang terkoordinasi antara tangan dan mata)

Pemrosesan fonologis (mengidentifikasi dan memanipulasi suara dan ucapan)

Kecepatan pemrosesan (kecepatan menerima, menggunakan atau mengeluarkan informasi)

Memori kerja (mengingat informasi sambil juga menggunakan informasi tersebut)

Fungsi eksekutif (perencanaan dan pengorganisasian informasi).


Oleh karena itu gangguan belajar paling didiagnosis sebagai hasil dari penilaian psikologis yang menyeluruh.  Sesorang anak di berikan label gangguan belajar atau tidak bukan oleh sembarang orang lho! Hal ini terkait dengan penegakan diagnosa. 

Ahli yang dapat mendiagnosa adalah pada umumnya adalah psikolog klinis anak ataupun psikolog pendidikan. Mereka akan menggunakan sejumlah tes standar yang telah diberikan kepada ribuan orang.  Psikolog secara sistematis akan melihat bagaimana seseorang berpikir, memecahkan masalah, mengingat, memahami dan mengungkapkan informasi.

Gangguan belajar adalah salah satu dari berbagai kondisi dengan dasar fungsi saraf.  Gangguan ini ditandai dengan lemahnya inti memperoleh keterampilan sistem logika atau akademis tertentu.  Hal ini terutama terkait dengan kemampuan bahasa tertulis atau ekspresif.

Pada individu, gangguan belajar mencakup masalah belajar yang diakibatkan oleh ketidakmampuan menanggapi, cedera otak, dan tidak berfungsinya otak secara normal dan minimal.  Namun hal ini mengecualikan masalah yang diakibatkan gangguan organ penglihatan atau gangguan organ pendengaran; kecacatan intelektual; gangguan emosi; atau faktor lingkungan, budaya, dan ekonomi.

Diagnosis akan ditegakkan pada anak yang mengalami gangguan belajar jika mengalami kesulitan terus-menerus dalam beberapa hal.  Hal tersebut adalah membaca, menulis, berhitung, atau keterampilan penalaran matematis selama tahun-tahun di sekolah formal.

Gejala tersebut dapat berupa pembacaan yang tidak akurat atau lambat dan susah payah, bentuk dari tulisan yang buruk atau kurang jelas, kesulitan mengingat fakta angka, atau penalaran matematis yang tidak akurat. Keterampilan akademik anak dengan gangguan belajar saat didiagnosa harus jauh di bawah kisaran skor rata-rata dari tes yang diberikan.  Tes tersebut adalah tes membaca, menulis, atau matematika yang sesuai di mana  budaya dan bahasa dari anak tersebut berada.

Untuk tujuan diagnostik, gangguan belajar adalah kondisi ketika kinerja sesungguhnya dari seseorang pada pengujian prestasi akademis inti di bawah yang diharapkan.  Hal ini kemudian dibandingkan dengan kecerdasan, usia, dan tingkatannya di sekolah dari anak lainnya yang normal.  Oleh karena itu perlu pengujian dari ahli apakah masalah rendahnya pencapaian akademis tersebut murni karena gangguan belajar atau ada masalah lainnya yang menyertai. 

Lebih khusus lagi, definisi kesulitan belajar atau gangguan belajar digambarkan oleh IDEA (Individuals with Disabilities Education Act).  Lembaga ini menaungi komunitas kesulitan belajar di Amerika Serikat.  IDEA mendefinisikan gangguan belajar spesifik adalah gangguan pada satu atau lebih proses psikologis dasar yang terlibat dalam pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, gangguan yang dapat mewujudkan dirinya dalam kemampuan tidak sempurna untuk mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau melakukan perhitungan matematis.

Berdasarkan uraian tersebut, maka gangguan belajar baru dapat dideteksi saat anak masuk di usia sekolah.  Hal ini dicirikan saat anak mengalami kesulitan saat mengerjakan tugas.  Orang tua dan guru dapat melihatnya ketika anak mengalami kesulitan dalam menulis, berbahasa lisan atau tulisan, tidak mampu menjawab pertanyaan sesuai konteks, kesulitan membaca, atau pun kesulitan berhitung. 

Pada umumnya gangguan belajar baru diketahui saat anak memasuki kelas tiga atau empat sekolah dasar.  Pada tingkatan tersebut, pembelajaran mulai menjadi rumit.  Pemahaman bacaan lebih kompleks, membutuhkan pemusatan perhatian tinggi, serta tingkat pemahaman bacaan yang dalam. 

Di sisi lain, anak juga diperkenalkan dengan soal hitungan seperti perkalian, pembagian, dan soal cerita.  Pada tingkatan kelas tiga dan empat, anak normal pun mengalami kesulitan dari tugas-tugas tersebut.  Apalagi anak dengan gangguan belajar.  Mereka akan jauh tertinggal dibandingkan anak normal pada umumnya ya Sobat PSAK. 

Beberapa kasus gangguan belajar yang umum ditemui dari siswa sekolah dasar adalah siswa lambat belajar (slow learner), anak dengan ganggguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Attention Deficit/Hiperactivity Disorder atau ADHD), anak dengan disleksia (kesulitan membaca), anak dengan diskalkulia (kesulitan berhitung atau matematika), anak dengan kesulitan menulis (disgrafia), anak dengan kesulitan motorik (dispaxia), dan anak dengan kesulitan berbahasa (afasia).

Kelemahan di sistem saraf dan otak dari jenis gangguan ini menyebabkan perlunya pengembangan aktivitas belajar dan fasilitasi kegiatan belajar yang menyesuaikan kemampuan mereka.  Dimana hal ini sulit dilakukan di sekolah formal.  Akibatnya anak slow learner dan ADHD umumnya mengalami pencapaian akademis yang rendah dan terancam drop out dari sekolah.

Referensi

Cortiella, C. & Horowitz, S.H. (2014). The State of Learning Disabilities: Facts, Trends and Emerging Issues. 3 eds. New York: National Center for Learning Disabilities

Helen Hargreaves, H., Rowbotham, M., & Phillips, M. (2009). A Handbook on Learning Disabilities. Walk a Mile in My Shoes Workhsop. Diakses 15 April 2021. dari https://www.childdevelop.ca/sites/default/files/files/WAM%20LD%20handbook.pdf. 

Syarifudin, A. (3 Juni 2021). Mengenal angka dan kemampuan berhitung anak. www.ilmuparenting.net. Diakses 6 Februari 2022 dari https://ilmuparenting.net/kemampuan-berhitung-anak/

Syarifudin, A. (4 Juni 2021). Karakteristik gangguan belajar pada anak. www.ilmuparenting.net. Diakses 6 Februari 2022 dari https://ilmuparenting.net/gangguan-belajar-pada-anak/

VandenBos, G. R., & American Psychological Association. (2007). APA dictionary of psychology. 2nd  eds. Washington, DC: American Psychological Association


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DETEKSI DINI STRES DIRI AKIBAT PANDEMI CORONA

“Gue stres! Diem di rumah, ngadepin tembok, tembok, dan tembok lagi!” “Pengen keluar rumah, makan bakso di tukang bakso langganan yang enak dan ketawa ketiwi bareng temen kantor, tapi nggak bisa. Sedih!” “Bosen di rumah, tugas sekolah anak numpuk dan tiap hari harus setor tugas. Emang di rumah gak masak, ngeladenin suami, sama bebenah rumah apa?” “Pemasukan berkurang. Pelanggan pada ngendon di rumah, gak keluar rumah pada takut. Padahal listrik harus dibayar, makanan harus dibeli, dan popok anak juga harus dibeli.   Duit makin berkurang. Gimana ini? Ya, itulah beberapa keluhan dari observasi yang Pusat Studi dan Aplikasi Keilmuan lakukan terkait pembatasan gerak manusia akibat pandemi Corona. Work for Home dan Shool for Home yang   diterapkan oleh pemerintah dan juga instansi swasta untuk meredam penyebaran virus corona kini hampir memasuki bulan kedua.   Di sisi lain rekayasa sosial dalam bentuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) yang diberlakukan beberapa pemer

Menguasai Stres dalam Karir yang Dinamis: Kunci Sukses Berbasis Neurosains untuk Kesuksesan Profesional di Lingkungan Kerja

  Stres adalah sesuatu yang tak terhindarkan dalam kehidupan kita, terutama di dunia profesional yang penuh tekanan. Namun, tahukah rekan-rekan profesional bahwa stres bisa menjadi senjata makan tuan, merusak kesehatan fisik dan mental kita? Ini bukanlah sekadar omong kosong. Stres yang kronis atau tidak terkendali dapat menghancurkan produktivitas kita , meningkatkan ketidakhadiran, dan bahkan meningkatkan risiko kecelakaan di tempat kerja. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengatasi ini? Ada satu jawaban yang menarik: Neurosains atau keilmuan saraf serta otak . Melalui pe maham an bagaimana otak kita merespons stres, maka kita bisa mengendalikannya dengan lebih efektif. Ketika rekan-rekan profesional merasakan stress fisik dan psikologis , otak akan melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah persiapan tubuh kita untuk menghadapi ancaman. Ini adalah rekasi berantai yang dimulai teraktifkannya bagian otak, yaitu amidgala. Organ ini berfungsi menga