Langsung ke konten utama

Featured post

Stop Bilang Stres Itu Penyakit Mental! Otak Primitif Anda Cuma Panik!

Ilustrasi stres (Pexel.com) Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernah merasa jantung berdebar kencang, tangan dingin, atau napas tersengal-sengal padahal Rekan PSAK cuma dikejar deadline atau berhadapan dengan atasan yang lagi bad mood ? Selamat, Rekan PSAK baru saja merasakan respons fight-or-flight klasik. Tapi jangan langsung cap diri Rekan PSAK punya masalah kecemasan atau "penyakit mental" lainnya. Seringkali, ini bukan tentang kesehatan mental yang rapuh, melainkan karena otak primitif Rekan PSAK sedang dalam mode siaga. Kita sering menganggap stres sebagai momok modern yang identik dengan gaya hidup serba cepat. Tapi sebenarnya, respons stres adalah fitur bawaan yang sudah ada sejak nenek moyang kita harus berhadapan dengan predator ganas di sabana. Ini bukan kelemahan, melainkan sebuah mekanisme bertahan hidup yang luar biasa canggih. Otak Primitif: Alarm Anti-Punah Rekan PSAK Di dalam kepala kita, ada dua bagian otak yang punya peran sangat besar dalam u...

17 Deteksi Dini Gangguan Belajar yang Dapat Dilakukan Orang Tua di Rumah

 

Deteksi Dini Gangguan Belajar oleh Orang Tua

Sobat PSAK, ada deteksi dini kesulitan belajar yang dapat dilakukan orang tua di rumah. Deteksi dini ini dilakukan khususnya saat anak memasuki usia Sekolah Dasar (SD) pada usia kelas awal (1-3 SD),


gangguan belajar

Ilustrasi anak sedang  belajar (Foto: Olia Danilevich, Pexels)



Berikut ini hal yang perlu orang tua amati dari perilaku anak, khususnya kemampuan belajar pada tingkat kelas awal (1-3 SD):

1.       Amati kemampuan membacanya

a.       Apakah sudah mampu mengenal huruf dan angka?

b.      Apakah ketika membaca kata-kata ada yang huruf salah atau sudah lancar?

c.       Sudahkah mampu memaknai kata-kata dan kalimat sederhana dari yang dia baca?

d.  Bagaimana kemampuan membacanya, apakah lancar, mengeja, atau tidak mampu membaca sama sekali.

2.       Amati kemampuan menulisnya.

a.       Apakah mampu memegang pensil atau alat tulis dengan baik dan benar?

b.      Apakah ada huruf yang terlewat pada satu atau beberapa kata?

c.       Apakah tulisan tangannya tidak mampu dibaca oleh orang lain.

3.       Amati kemampuan berhitungnya.

a.       Apakah mampu membedakan mana lebih kecil atau lebih besar?

b.      Apakah mampu menghitung objek atau benda?

c.     Apakah mampu mengurutkan bilangan dari yang terkecil hingga terbesar pada kisaran 1-10?

d.    Apakah mampu mnghitung mundur dari bilangan terbsar ke bilangan paling kecil pada kisaran 1-10?

4.       Amati kemampuan berbahasa dan komunikasi anak

a.       Apakah anak mampu memahami pembicaraan dari orang lain?

b.      Apakah dalam tanya jawab sudah menyambung antara pertanyaan dengan jawaban yang diberikan?

c.    Apakah anak mampu mengingat informasi penting di keseharian seperti tugas sekolah dan mengkomunikasikannya kepada orang tua?

5.       Amati daya tahun pemusatan perhatian anak

a.       Apakah anak sudah mampu duduk diam dalam belajar selama 1 jam?

b.  Anak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik di kelas dan tidak mengganggu temannya?

c.       Apakah sudah mampu mempertahankan perhatian dalam membaca?

 

Jika ananda mengalami masalah di atas, pada tingkatan kelas 1 semester genap, langkah pertama bagi Sobat PSAK adalah mendatangi ahli ya Ayah dan Bunda.  Saat anak mengalami masalah dalam menulis, membaca, dan berhitung yang disertai dengan rendahnya pencapaian akademis, maka datanglah ke psikolog klinis anak atau psikolog pendidikan.

Kunjungan ke psikolog klinis anak atau psikolog pendidikan akan menegakkan diagnosa apakah anak mengalami masalah kesulitan belajar.  Selanjutnya adalah ditindak lanjuti dengan melakukan terapi sesuai masalah yang dialami. 

Ada kalanya masalah kesulitan belajar mengalami tumpang tindah dengan masalah psikologis lainnya. Oleh karenanya perlu diagnosa yang tepat dan komprehensif. Para ahli akan merujuk ke berbagai intervensi untuk menangani masalah ini.

Salah satu terapi untuk masalah kesulitan belajar adalah terapi belajar dan terapi metakognitif.  Melalui terapi tersebut anak diperkenalkan dengan berbagai strategi belajar yang dapat mengatasi dalam penerimaan, pemerosesan, dan pengolahan informasi saat belajar.    

Di sisi lain, pengakuan sejak awal bahwa anak-anak mungkin berisiko terkena kesulitan belajar dapat mencegah keraguan diri dari orang tua dan anak selama bertahun-tahun. Hal ini akan mempermudah anak dalam proses belajar dan menerima dirinya.

Seiring bertambahnya usia anak, mereka akan belajar tentang sifat khusus kesulitan belajar yang dialami.  Mereka akan  menerima bahwa kesulitan belajar bukanlah siapa diri mereka tetapi apa yang mereka miliki. 

Mereka akan menggunakan berbagai strategi untuk mengatur jenis pendekatan belajar yang sesuai, penyediaan kebutuhan belajar, dan dukungan yang dibutuhkan untuk sukses.  Hal ini akan membantu anak mengatasi hambatan untuk belajar dan menjadi anggota masyarakat yang mandiri, percaya diri dan berkontribusi di masyarakat.

Referensi

Arnaldi, M. (2016). Kupas tuntas masalah anak slow learner (keterlambatan perkembangan fungsi bahasa dan bicara). Jakarta: Klinik Psikonurologi Hang Lekiu & Asosiasi Cinta Guru Indonesia.

Cortiella, C. & Horowitz, S.H. (2014). The State of Learning Disabilities: Facts, Trends and Emerging Issues. 3 eds. New York: National Center for Learning Disabilities

Helen Hargreaves, H., Rowbotham, M., & Phillips, M. (2009). A Handbook onLearning Disabilities. Walk a Mile in My Shoes Workhsop. Diakses 15 April 2021 dari https://www.childdevelop.ca/sites/default/files/files/WAM%20LD%20handbook.pdf.

Syarifudin, A. (3 Juni 2021). Mengenal angka dan kemampuan berhitung anak. www.ilmuparenting.net. Diakses 6 Februari 2022 dari https://ilmuparenting.net/kemampuan-berhitung-anak/

Syarifudin, A. (4 Juni 2021). Karakteristik gangguan belajar pada anak. www.ilmuparenting.net. Diakses 6 Februari 2022 dari https://ilmuparenting.net/gangguan-belajar-pada-anak/

VandenBos, G. R., & American Psychological Association. (2007). APA dictionary of psychology. 2nd  eds. Washington, DC: American Psychological Association

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Tanda Kamu Mengalami Stres Berkepanjangan Tapi Tidak Sadar: Waspadai Bahayanya bagi Otak, Emosi, dan Iman

Ilustrasi stres yang tidak disadari Banyak dari kita berpikir stres hanya terjadi saat menghadapi masalah besar. Padahal, stres juga bisa datang diam-diam—menumpuk perlahan dalam rutinitas, tanpa kita sadari. Inilah yang disebut sebagai stres kronis tersembunyi . Ia bisa berdampak pada kesehatan fisik, mental, bahkan spiritual kita, bila tidak ditangani dengan tepat. Stres kronis terjadi ketika tubuh dan pikiran terus-menerus dalam kondisi "siaga". Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu fungsi otak, merusak sistem saraf, dan melemahkan daya tahan tubuh. Yang lebih serius, stres juga bisa menjauhkan kita dari rasa tenang dan keikhlasan dalam beribadah. Berikut adalah 5 tanda kamu mungkin sedang mengalami stres berkepanjangan tanpa disadari : 1. Merasa Lelah Meski Sudah Tidur Cukup Tidur 7–8 jam semalam, tapi tetap merasa lelah saat bangun? Ini bisa jadi pertanda tubuhmu tidak benar-benar istirahat. Stres membuat kualitas tidur menurun, meski durasinya cukup. Aki...

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.   Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas.   Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity . Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar. Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain.  Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan p...

Dari Otak Primitif ke Otak Kolaboratif: Mengapa Kita Terlahir untuk Bekerja Sama?

Kini saatnya untuk bekerjasama meski dalam persaiangan. Kolaborasi adalah keniscayaan untuk mencapai kemajuan Sobat PSAK, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa manusia memiliki naluri untuk bekerja sama? Jawabannya terletak pada evolusi dan sains di balik otak kita. Evolusi dan Naluri Kolaborasi Manusia adalah makhluk sosial yang berevolusi untuk hidup dan berburu dalam kelompok. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan satu sama lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia telah bekerja sama dalam kelompok besar selama ratusan ribu tahun. Otak Kolaboratif: Rahasia di Balik Kerjasama Otak manusia memiliki beberapa fitur yang membuatnya sangat cocok untuk kolaborasi. Berikut beberapa contohnya: Mirror Neuron. Sel saraf khusus ini aktif saat kita melihat orang lain melakukan suatu tindakan, seperti tersenyum atau meniru gerakan. Mirror neuron membantu kita untuk memahami dan meniru orang lain, y...