Langsung ke konten utama

Featured post

Menguasai Stres dalam Karir yang Dinamis: Kunci Sukses Berbasis Neurosains untuk Kesuksesan Profesional di Lingkungan Kerja

  Stres adalah sesuatu yang tak terhindarkan dalam kehidupan kita, terutama di dunia profesional yang penuh tekanan. Namun, tahukah rekan-rekan profesional bahwa stres bisa menjadi senjata makan tuan, merusak kesehatan fisik dan mental kita? Ini bukanlah sekadar omong kosong. Stres yang kronis atau tidak terkendali dapat menghancurkan produktivitas kita , meningkatkan ketidakhadiran, dan bahkan meningkatkan risiko kecelakaan di tempat kerja. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengatasi ini? Ada satu jawaban yang menarik: Neurosains atau keilmuan saraf serta otak . Melalui pe maham an bagaimana otak kita merespons stres, maka kita bisa mengendalikannya dengan lebih efektif. Ketika rekan-rekan profesional merasakan stress fisik dan psikologis , otak akan melepaskan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Ini adalah persiapan tubuh kita untuk menghadapi ancaman. Ini adalah rekasi berantai yang dimulai teraktifkannya bagian otak, yaitu amidgala. Organ ini berfungsi menga

Deteksi Dini Stres dan Depresi

Stres! Itulah yang sering diungkapkan saat pikiran kita kalut atau banyak permasalahan. Namun jika ditelaah lebih lanjut, stres tidak hanya bersifat psikis saja. Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Oleh karena itu, saat tubuh kita merasakan tekanan dari luar baik fisik, psikis, emosi maupun mental maka tubuh dapat memberikan respon.

Secara umum pemicu stres atau stressor dapat didefinsikan sebagai segala tantangan yang muncul dari dalam atau luar yang mengganggu internal tubuh kita. Tubuh kita akan merespon stressor yang terlibat dalam berbagai mekanisme fisiologi yang dirancang untuk mengembalikan homeostasis. Homeostasis adalah suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi kondisi yang di alaminya.

Saat stres datang keseimbangan tubuh terganggu akibat respon yang diberikan. Rasa marah, kecemasan, dan lain-lain memicu reaksi kimia dalam neurotransmiter dan hormon di dalam tubuh. Karena prinsip homeostasis inilah, tubuh memiliki mekanisme untuk mengembalikan kekacauan yang terjadi hingga kembali menjadi normal. Apabila mekanisme homestasis tubuh secara internal tidak baik atau tidak mampu mengembalikan kepada keadaan sebelum stress, maka perlu adanya mekanisme dari luar dalam bentuk intervensi baik secara psikologi maupun medis. Hal ini ditujukan agar kondisi tubuh menjadi lebih baik dan meminimalisir kerusakan yang terjadi di dalam jaringan,organ ataupun sistem organ yang bekerja.

Stres, Imun Tubuh, dan Penyakit Kronis
Di sisi lain, stres ternyata berdampak kepada berbagai penyakit kronis. Hal ini terkait dengan hubungan antara sistem susunan saraf pusat (SSP) dan sel-sel imun periferal (sel T) dari organ limfoid. Sistem Limfoid adalah sel-sel sistem imun ditemukan dalam jaringan dan organ. Organ Limfoid primer atau sentral diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang mengenal antigen. Ada dua organ yang terlibat yaitu kelenjar timus dan Bursa Fabricius (sumsum tulang).

Otak sebagai bagian dari susunan saraf pusat, dapat mengintervensi sistem imun atau kekebalan tubuh. Hal ini terjadi saat stres psikis terjadi menghambat banyak fungsi dari sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu jika tubuh mengalami stres dan otak menangkap sinyal tersebut maka akan mempengaruhi produksi sel imun. Penelitian psikoneuroimunologi menemukan bahwa stres dapat menurunkan kekebalan tubuh bahkan dapat menyebabkan penyakit auto imun. Hal ini terjadi karena sinyal dalam sel dan tubuh yang berfungs untuk memerintahkan pengaktifan sel imun terganggu karena produksi hormon stres.

Stres yang berkepanjangan dan mengarah kepada depresi dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada tubuh. Telah ditemukan bahwa pasien yang mengalami depresi berat (Major Depresive Disorder) di dalam tubuhnya memproduksi biomarker inflamasi dan memicu kerja sistem kekebalan tubuh. Di sisi lain, inflamasi atau peradangan periferal, baik yang sifatnya sedang atau akut, jelas mempengaruhi fungsi otak. Melemahnya tubuh dan terjadinya peradangan pada jaringan, khususnya jaringan saraf dapat disebabkan karena pengaruh usia dan juga stres psikis. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari gangguan kelelahan yang terjadi, di mana dapat menjadi penyakit yang sifatnya psikiatrik atau kejiwaan. Stres yang terjadi akan merangsang produksi hormon stres atau kortisol sehingga menghambat kerja imun tubuh.

Studi tentang berbagai penyakit menemumkan bahwa stres secara psikologi dapat memnyebabkan penyakit perdangan kronis, kanker, penyakit kardiovaskulas, infeksi akut dan kronis dari virus (misal HIV, Hepatitis) spesis, asma, dan lainnya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kesehatan mental agar penyakit-penyakit ini tidak menyerang karena faktor psikis yang tidak tertangani.

Cegah Penyakit Kronis dengan Mengetahui Tingkatan Stres yang Dialami
Oleh karena itu jangan anggap remeh stres. Uraian di atas menjelaskan bagaimana stres berpengaruh kepada tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit dan infeksi kronis. Bagi penduduk perkotaan dengan aktivitas dan mobilitas yang tinggi rentan terhadap stres. Berbagai tuntutan fisik dan sosial yang terjadi di perkotaan seringkali tidak dimbangi dengan kemampuan untuk memenuhinya. Hal ini seringkali mengakibatkan frustasi yang berujung kepada stres dan depresi.

Permasalahan gaya hidup di perkotaan juga rawan terhadap pencegahan stres,depresi sistem kekebalan tubuh. Pola makan yang buruk, kurangnya olah raga, dan pola tidur yang tidak cukup adalah faktor yang dapat memperburuk kondisi tubuh jika stres menyerang. Asupan nutrisi yang tidak seimbang serta rutinitas yang mengganggu jam biologis tubuh rentan memicu stres secara fisik yang ditandai oleh kelelahan tubuh.

Deteksi dini stres dan depresi berdasarkan uraian di atas sudah menjadi keharusan. Hal ini perlu dilakukan khususnya bagi penduduk perkotaan dengan tingkat stres yang tinggi. Tingginya aktivitas, rutinitas, dan mobilitas penduduk perkotaan dapat memicu stres baik fisik maupun psikis. Hal ini tidak hanya terjadi pada pekerja atau orang dewasa saja, namun juga dapat terjadi pada anak dan remaja yang bersekolah.

Oleh karena itu deteksi dini stres melalui serangkaian tes psikologi dan neurobiologi dapat mengukur kondisi individu dengan akurat. Tes ini akan melihat bagaimana kondisi internal individu. Tes Psikologi bertujuan melihat faktor kepribadian, keadaan mental, atau kejiwaan seseorang dapat menahan stres yang terjadi. Sejauh mana stres yang dialami telah mempengaruhi kondisi mental, seperti regulasi emosi, pola pikir, dan bagaimana individu melihat dunia sekitarnya. Tes neurobiologi dilakukan dengan pengukuran EEG. Test ini ditujukan untuk melihat kondisi neurotransmiter dan aktivitas dari bagian-bagian otak individu yang terpengaruh karena stres.

Hasil tes yang dilakukan dapat dijadikan acuan intervensi ataupun tindakan lanjut dari permasalahan yang dialami. Berbagai macam intervensi dapat dilakukan untuk individu yang mengalami stres. Intervensi tersebut dapat berupa secara psikologis maupun medis. Terapi CBT, Terapi Mindfulness, Terapi Akupuntur Laser Weber, dan Terapi Obat dapat menjadi pilihan alternatif dari permasalahan ini. Terapi ini penting dilakukan agar permasalahan stres yang terjadi tidak berkembang menjadi masalah kronis seperti penyakit kanker, kardiovaskular (jantung), infeksi virus akut dan lainnya (Ags/Klinik Psikonerologi Hang Lekiu).



Referensi

Straub, R.H. & Cutolo, M. (2018). Psychoneuroimmunology-developments in stress research. Wien Med Wochenschr. 2018 Mar;168(3-4):76-84. doi: 10.1007/s10354-017-0574-2. Epub 2017 Jun 9.

Won, E. & Kim, Y. (2016). Stress, the autonomic nervous system, and the immune-kynurenine pathway in the etiology of depression. Current Neuropharmacology, 2016, 14, 665-673

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenali Pengertian Stres dan Gejalanya! Awas Jangan Sampai Penanganannya Terlambat

  Waspadai saat mengalami stres ya Sobat PSAK! Karena ini akan berdampak kepada perilaku yang tidak normatif dan produktif. Bahkan merujuk kepada memburuknya kesehatan mental. Saat ini potensi stres penduduk dunia meningkat dengan tajam. Terlebih adanya pandemi   Covid-19 yang belum tahu kapan usia, potensi lock down atau PSBB, dan kerja dari rumah (Work from Home) membuat tekanan fisik dan mental meninggi.   Ini dapat memicu stres yang berkepanjangan. Ilustrasi stres (Foto: Pexels) Secara sepintas stres tampak seperti kelelahan baik fisik dan mental.   Namun jika berkelanjutan dan terjadi dalam jangka waktu panjang akan menjadi stres kronis serta menganggu kejiwaan.   Apa sih pengertian stres? Yuk, kita kenali hal ini lebih dalam sehingga Sobat PSAK dapat mencegah ataupun punya strategi agar Sobat PSAK tidak mengalami stres berlebih. Apa itu Pengertian Stres? Stres adalah respons tubuh kita terhadap tekanan. Banyak situasi atau peristiwa kehidupan yang berbeda dapat menyeb

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.   Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas.   Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity . Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar. Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain.  Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan perilaku, pengetahuan, atau fu

Apa Penyebab Gangguan Belajar? Waspadai Potensi Putus Sekolah dari Anak dengan Gangguan Belajar

    Ilustrasi anak sedang belajar (Foto: Pexels) Jika ditelaah lebih dalam dan sederhana, masalah kesulitan belajar adalah sekelompok masalah fungsi saraf atau berbasis otak yang memengaruhi satu atau lebih cara seseorang menerima, menyimpan, atau menggunakan informasi. Penyebab dari gangguan belajar ini adalah akibat dari berbagai kondisi lho! Hal tersebut mencakup kondisi seperti ketidakmampuan menanggapi secara tepat rangsangan dari indera, cedera di otak, gangguan minimal dari tidak bekerjanya otak secara normal, disleksia (kesulitan membaca), dan kehilangan kemampuan berbicara (afasia) pada perkembangan. Gangguan belajar tidak termasuk masalah yang disebabkan oleh ketidakmampuan penglihatan, pendengaran, atau gerak otot, keterbelakangan mental, gangguan emosional, atau masalah lingkungan, budaya, atau ekonomi.  Uraian ini menekankan bahwa gangguan gangguan belajar terjadi karena adanya masalah pada fungsi penerimaan, pengolahan, dan respon informasi yang dilakukan saraf