![]() |
Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga |
Pernahkah Anda merasa cemas atau tertekan di tempat kerja,
hanya untuk kemudian merasa sulit untuk fokus atau membuat keputusan yang
tepat? Ini bukan hanya masalah biasa — kondisi ini dapat terkait langsung
dengan kesehatan neuropsikologis, yang memengaruhi kemampuan atensi dan memori
kerja kita. Dalam konteks manajerial, kelelahan atensi atau defisit dalam
working memory (memori kerja) dapat berdampak serius terhadap efektivitas
kinerja dalam tugas-tugas yang menuntut, seperti negosiasi, inovasi, dan
pengawasan.
Penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki kontrol
atensi yang baik dan memori kerja yang kuat cenderung lebih mampu mengatasi
kompleksitas dan tekanan di tempat kerja. Sebagai contoh, dalam negosiasi,
pemimpin perlu menjaga fokus pada berbagai informasi yang relevan, mengingat
detail penting dari berbagai pihak yang terlibat, dan secara bersamaan
menanggapi perubahan situasi dengan cepat. Jika memori kerja terganggu,
pemimpin mungkin kesulitan untuk mempertahankan alur pemikiran yang koheren, atau
bahkan kehilangan peluang penting dalam proses negosiasi.
Inovasi juga sangat dipengaruhi oleh kesehatan otak. Dalam
lingkungan kerja yang cepat berubah, pemimpin yang mampu berpikir fleksibel dan
kreatif dapat mengembangkan solusi baru yang efektif. Namun, inovasi
membutuhkan kemampuan untuk mempertahankan ide-ide kompleks dalam ingatan,
membandingkan alternatif, dan menghindari gangguan eksternal yang tidak
relevan. Defisit dalam working memory atau ketidakmampuan untuk beralih
perhatian secara efektif (shifting) bisa menghambat kemampuan untuk
menghubungkan ide-ide baru dan lama, yang pada gilirannya menghambat proses
inovasi.
Selain itu, pengawasan dalam manajerial juga dipengaruhi
oleh kesehatan otak. Seorang manajer yang kelelahan atensi atau mengalami
kesulitan dalam mengelola memori kerja akan kesulitan dalam melacak progres
berbagai proyek atau pengelolaan tim. Pengawasan yang efektif memerlukan
kemampuan untuk mengingat berbagai detail pekerjaan tim, menilai kemajuan, dan
membuat penyesuaian strategi ketika diperlukan. Kelelahan atensi dapat
menyebabkan gangguan dalam pemantauan yang tepat, meningkatkan kemungkinan pengambilan
keputusan yang buruk atau penundaan yang tidak perlu.
Dengan pemahaman ini, penting bagi organisasi untuk
mengadopsi pendekatan yang lebih holistik dalam pengelolaan kesehatan
neuropsikologis karyawan, khususnya para pemimpin. Pelatihan yang fokus pada
pengembangan fungsi eksekutif, seperti kontrol atensi, memori kerja, dan
shifting, bisa menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas manajerial. Program
pelatihan yang dirancang untuk memperkuat kemampuan ini dapat membantu manajer
menghadapi tantangan yang lebih kompleks, serta menjaga keseimbangan antara tuntutan
pekerjaan dan kesehatan mental mereka.
Penilaian kesehatan otak dan fungsi eksekutif ini dapat
diintegrasikan dalam proses perekrutan dan pengembangan kepemimpinan. Dengan
mengidentifikasi pemimpin yang memiliki kemampuan kognitif yang baik,
organisasi dapat lebih tepat dalam memilih individu yang tidak hanya memiliki
keterampilan teknis, tetapi juga dapat menangani beban kognitif yang datang
dengan posisi mereka. Ini akan meningkatkan efektivitas manajerial dalam
tugas-tugas yang penuh tekanan dan kompleks, serta menciptakan budaya kerja yang
lebih sehat dan produktif.
Referensi:
Chan, T., Wang, I., & Ybarra, O. (2018). Leading and
managing the workplace: The role of executive functions. Academy of
Management Perspectives, 32(3), 1-20. https://doi.org/10.5465/amp.2017.0215
Komentar
Posting Komentar