Langsung ke konten utama

Featured post

Stop Bilang Stres Itu Penyakit Mental! Otak Primitif Anda Cuma Panik!

Ilustrasi stres (Pexel.com) Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernah merasa jantung berdebar kencang, tangan dingin, atau napas tersengal-sengal padahal Rekan PSAK cuma dikejar deadline atau berhadapan dengan atasan yang lagi bad mood ? Selamat, Rekan PSAK baru saja merasakan respons fight-or-flight klasik. Tapi jangan langsung cap diri Rekan PSAK punya masalah kecemasan atau "penyakit mental" lainnya. Seringkali, ini bukan tentang kesehatan mental yang rapuh, melainkan karena otak primitif Rekan PSAK sedang dalam mode siaga. Kita sering menganggap stres sebagai momok modern yang identik dengan gaya hidup serba cepat. Tapi sebenarnya, respons stres adalah fitur bawaan yang sudah ada sejak nenek moyang kita harus berhadapan dengan predator ganas di sabana. Ini bukan kelemahan, melainkan sebuah mekanisme bertahan hidup yang luar biasa canggih. Otak Primitif: Alarm Anti-Punah Rekan PSAK Di dalam kepala kita, ada dua bagian otak yang punya peran sangat besar dalam u...

Transformational Leadership dan Fungsi Eksekutif Otak

 

Foto: Pexels


Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga

Apa yang membuat seorang pemimpin mampu menginspirasi perubahan besar dalam organisasi, memotivasi tim untuk bekerja lebih keras, dan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan besar? Jawabannya bisa jadi terletak pada fungsi eksekutif otak mereka. Transformational leadership, atau kepemimpinan transformatif, dikenal dengan kemampuannya untuk mendorong inovasi dan perilaku prososial, tetapi apakah kita benar-benar memahami apa yang terjadi di balik otak pemimpin hebat tersebut?

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pemimpin transformatif memiliki kemampuan tinggi dalam inhibisi dan pengambilan keputusan yang cermat dengan risiko yang relatif rendah. Kedua faktor ini, yang merupakan bagian dari executive functions, memainkan peran krusial dalam kepemimpinan yang efektif. Executive functions, seperti fleksibilitas kognitif dan inhibisi respons, adalah kemampuan otak untuk mengelola perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengaturan perilaku yang lebih kompleks. Dalam hal ini, pemimpin yang dapat menahan dorongan impulsif dan membuat keputusan yang terinformasi tanpa terburu-buru akan lebih berhasil dalam mencapai tujuan organisasi jangka panjang.

Studi menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki kontrol kognitif yang kuat, termasuk kemampuan untuk mengatasi gangguan dan beralih dengan cepat antar tugas, cenderung lebih berhasil dalam memimpin. Mereka tidak hanya memotivasi tim mereka dengan visi besar yang penuh inspirasi, tetapi juga menunjukkan ketahanan dan ketenangan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian dan risiko. Salah satu aspek penting dari kepemimpinan transformatif adalah kemampuannya untuk mendorong inovasi dalam tim. Pemimpin transformatif yang memiliki fleksibilitas mental yang baik dapat mendorong pemikiran kreatif dan pendekatan yang tidak biasa untuk memecahkan masalah. Mereka juga memiliki kemampuan untuk menyesuaikan strategi dengan perubahan situasi, suatu keterampilan yang sangat bergantung pada executive function yang kuat.

Kemampuan inhibisi, yang merupakan bagian dari executive functions, memungkinkan pemimpin untuk menahan diri dari reaksi impulsif dan bertindak secara bijaksana, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan. Ini mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih terukur dan rendah risiko, yang mendukung keputusan yang lebih baik dan hasil yang lebih positif untuk organisasi. Dalam penelitian terhadap manajer tingkat menengah dan senior, ditemukan bahwa pemimpin yang memiliki kemampuan inhibisi respons yang lebih baik cenderung lebih berhasil dalam menerapkan kepemimpinan transformatif. Mereka lebih mampu membuat keputusan yang lebih matang dengan risiko yang lebih rendah.

Kombinasi dari kemampuan inhibisi dan pengambilan keputusan yang bijaksana ini mendukung perilaku prososial dalam kepemimpinan. Pemimpin yang memiliki executive function yang baik lebih mampu membimbing tim mereka untuk mencapai tujuan bersama, mengatasi tantangan, dan menciptakan dampak positif di lingkungan kerja. Kemampuan ini juga memungkinkan mereka untuk lebih efektif dalam membangun kepercayaan dan hubungan yang kuat dengan anggota tim, yang sangat penting untuk menciptakan budaya kerja yang inovatif dan kolaboratif.

Dengan memahami keterkaitan antara executive functions dan kepemimpinan transformatif, organisasi dapat mengidentifikasi kualitas-kualitas ini dalam pemimpin dan calon pemimpin mereka. Ini membuka peluang untuk mengembangkan strategi pengelolaan talenta yang lebih tepat sasaran, seperti melalui pelatihan atau penilaian berbasis neuropsikologi. Dengan demikian, pengembangan keterampilan eksekutif menjadi faktor kunci dalam menciptakan pemimpin yang tidak hanya efektif tetapi juga inspiratif dan inovatif.

Referensi:

Ramchandran, K., Colbert, A. E., Brown, K. G., Denburg, N. L., & Tranel, D. (2016). Exploring the neuropsychological antecedents of transformational leadership: The role of executive function. Adaptive Human Behavior and Physiology, 2(4), 325–343. https://doi.org/10.1007/s40750-016-0051-y

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Tanda Kamu Mengalami Stres Berkepanjangan Tapi Tidak Sadar: Waspadai Bahayanya bagi Otak, Emosi, dan Iman

Ilustrasi stres yang tidak disadari Banyak dari kita berpikir stres hanya terjadi saat menghadapi masalah besar. Padahal, stres juga bisa datang diam-diam—menumpuk perlahan dalam rutinitas, tanpa kita sadari. Inilah yang disebut sebagai stres kronis tersembunyi . Ia bisa berdampak pada kesehatan fisik, mental, bahkan spiritual kita, bila tidak ditangani dengan tepat. Stres kronis terjadi ketika tubuh dan pikiran terus-menerus dalam kondisi "siaga". Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu fungsi otak, merusak sistem saraf, dan melemahkan daya tahan tubuh. Yang lebih serius, stres juga bisa menjauhkan kita dari rasa tenang dan keikhlasan dalam beribadah. Berikut adalah 5 tanda kamu mungkin sedang mengalami stres berkepanjangan tanpa disadari : 1. Merasa Lelah Meski Sudah Tidur Cukup Tidur 7–8 jam semalam, tapi tetap merasa lelah saat bangun? Ini bisa jadi pertanda tubuhmu tidak benar-benar istirahat. Stres membuat kualitas tidur menurun, meski durasinya cukup. Aki...

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.   Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas.   Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity . Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar. Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain.  Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan p...

Dari Otak Primitif ke Otak Kolaboratif: Mengapa Kita Terlahir untuk Bekerja Sama?

Kini saatnya untuk bekerjasama meski dalam persaiangan. Kolaborasi adalah keniscayaan untuk mencapai kemajuan Sobat PSAK, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa manusia memiliki naluri untuk bekerja sama? Jawabannya terletak pada evolusi dan sains di balik otak kita. Evolusi dan Naluri Kolaborasi Manusia adalah makhluk sosial yang berevolusi untuk hidup dan berburu dalam kelompok. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan satu sama lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia telah bekerja sama dalam kelompok besar selama ratusan ribu tahun. Otak Kolaboratif: Rahasia di Balik Kerjasama Otak manusia memiliki beberapa fitur yang membuatnya sangat cocok untuk kolaborasi. Berikut beberapa contohnya: Mirror Neuron. Sel saraf khusus ini aktif saat kita melihat orang lain melakukan suatu tindakan, seperti tersenyum atau meniru gerakan. Mirror neuron membantu kita untuk memahami dan meniru orang lain, y...