Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Featured post

Stop Bilang Stres Itu Penyakit Mental! Otak Primitif Anda Cuma Panik!

Ilustrasi stres (Pexel.com) Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernah merasa jantung berdebar kencang, tangan dingin, atau napas tersengal-sengal padahal Rekan PSAK cuma dikejar deadline atau berhadapan dengan atasan yang lagi bad mood ? Selamat, Rekan PSAK baru saja merasakan respons fight-or-flight klasik. Tapi jangan langsung cap diri Rekan PSAK punya masalah kecemasan atau "penyakit mental" lainnya. Seringkali, ini bukan tentang kesehatan mental yang rapuh, melainkan karena otak primitif Rekan PSAK sedang dalam mode siaga. Kita sering menganggap stres sebagai momok modern yang identik dengan gaya hidup serba cepat. Tapi sebenarnya, respons stres adalah fitur bawaan yang sudah ada sejak nenek moyang kita harus berhadapan dengan predator ganas di sabana. Ini bukan kelemahan, melainkan sebuah mekanisme bertahan hidup yang luar biasa canggih. Otak Primitif: Alarm Anti-Punah Rekan PSAK Di dalam kepala kita, ada dua bagian otak yang punya peran sangat besar dalam u...

Mengukur “Game Intelligence” dalam Dunia Kerja

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Anda mendengar tentang "game intelligence" di dunia olahraga? Istilah ini merujuk pada kemampuan atlet untuk membuat keputusan cepat, mengelola tekanan, dan beradaptasi dengan situasi yang berubah-ubah dalam permainan. Tapi, tahukah Anda bahwa kemampuan ini juga dapat diterapkan dalam dunia kerja, terutama dalam mencari calon pemimpin yang unggul dalam pengambilan keputusan yang cepat dan fleksibel? Terinspirasi oleh metodologi penilaian fungsi eksekutif pada atlet elit, artikel ini mengusulkan pendekatan serupa untuk menilai calon pemimpin di dunia profesional. Dalam dunia olahraga, terutama sepak bola, keberhasilan seorang pemain tidak hanya bergantung pada keterampilan fisik, tetapi juga pada kemampuan kognitif yang mendalam. Studi tentang pemain sepak bola elit menunjukkan bahwa fungsi eksekutif—seperti kreativitas, fleksibilitas kognitif, dan penghambatan respons—memprediksi kinerja mereka di lapangan. Pema...

Neuroleadership: Mengelola Tim dengan Kecerdasan Otak

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Anda merasa bahwa beberapa pemimpin dapat membaca suasana hati tim mereka dengan sangat baik? Atau bahwa mereka mampu menyelesaikan masalah dengan efisien meskipun berada di bawah tekanan tinggi? Kunci dari kemampuan ini mungkin terletak pada bagaimana pemimpin memahami dan memanfaatkan otak mereka. Konsep neuroleadership, yang mengintegrasikan temuan neuroscience ke dalam kepemimpinan, memberi kita wawasan penting tentang bagaimana pemahaman terhadap fungsi otak, khususnya prefrontal cortex dan sistem neuron cermin, dapat meningkatkan kolaborasi, empati, dan kemampuan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dinamis, termasuk di sektor pendidikan. Salah satu komponen utama dalam neuroleadership adalah pemahaman terhadap prefrontal cortex , bagian otak yang terlibat dalam pengambilan keputusan, pengaturan emosi, dan pemecahan masalah. Di dunia kerja yang penuh dengan tekanan waktu dan tantangan yang terus berkembang, ke...

Leadership & Cognitive Load: Memimpin dalam Tekanan Multi-Tasking

  Foto: Pexels Dalam dunia kepemimpinan yang semakin kompleks, pemimpin sering kali dihadapkan pada tuntutan multitasking yang berat. Mereka tidak hanya harus mengelola berbagai tugas sekaligus, tetapi juga harus berpindah-pindah fokus dengan cepat untuk membuat keputusan yang tepat dalam situasi yang penuh tekanan. Namun, bagaimana cara otak kita memproses beban kognitif ini, dan bagaimana hal ini memengaruhi kemampuan pemimpin dalam membuat keputusan? Untuk memahami fenomena ini, pendekatan neuroscience memberikan wawasan yang berharga. Beban kognitif, yang mengacu pada kapasitas otak untuk memproses informasi, memainkan peran penting dalam bagaimana pemimpin menghadapi tekanan multitasking. Neuroscience mengungkapkan bahwa otak manusia memiliki kapasitas terbatas dalam memproses informasi secara bersamaan. Ketika pemimpin dihadapkan pada banyak tugas yang memerlukan perhatian sekaligus, otak mereka bekerja lebih keras, yang dapat mengarah pada kelelahan mental dan pengambilan ...

Organizational Cognitive Neuroscience: Masa Depan Riset Kepemimpinan

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa beberapa pemimpin dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, bahkan di bawah tekanan? Atau mengapa beberapa pemimpin dapat memahami dan mengelola dinamika sosial dengan sangat baik? Jawabannya mungkin terletak pada otak kita. Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan pesat dalam ilmu saraf kognitif telah memberi kita wawasan baru tentang bagaimana otak manusia bekerja, termasuk dalam konteks kepemimpinan. Organisasi semakin sadar bahwa untuk memahami perilaku kepemimpinan secara lebih mendalam, penting untuk mengintegrasikan metodologi neuroscience ke dalam riset kepemimpinan. Pendekatan ini memberikan pemahaman lebih tentang perilaku, pengaruh sosial, dan desain kerja yang lebih selaras dengan mekanisme biologis manusia. Organizational Cognitive Neuroscience (OCN) adalah pendekatan yang menggabungkan teori dan metode neuroscience dengan penelitian perilaku organisasi. Pendekatan ini ...

Transformational Leadership dan Fungsi Eksekutif Otak

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Apa yang membuat seorang pemimpin mampu menginspirasi perubahan besar dalam organisasi, memotivasi tim untuk bekerja lebih keras, dan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan besar? Jawabannya bisa jadi terletak pada fungsi eksekutif otak mereka. Transformational leadership, atau kepemimpinan transformatif, dikenal dengan kemampuannya untuk mendorong inovasi dan perilaku prososial, tetapi apakah kita benar-benar memahami apa yang terjadi di balik otak pemimpin hebat tersebut? Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pemimpin transformatif memiliki kemampuan tinggi dalam inhibisi dan pengambilan keputusan yang cermat dengan risiko yang relatif rendah. Kedua faktor ini, yang merupakan bagian dari executive functions , memainkan peran krusial dalam kepemimpinan yang efektif. Executive functions , seperti fleksibilitas kognitif dan inhibisi respons, adalah kemampuan otak untuk mengelola perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengatu...

Self-Regulation dan Evolusi Kepemimpinan Manusia

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Kepemimpinan sering kali dikaitkan dengan kemampuan teknis atau kecerdasan intelektual (IQ), namun pendekatan evolusioner terhadap fungsi eksekutif dan regulasi diri memberikan wawasan yang lebih mendalam. Menurut teori ini, fungsi eksekutif (EF), yang mencakup kemampuan untuk mengatur diri sendiri, tidak hanya berkembang untuk menyelesaikan masalah pribadi, tetapi juga untuk mendukung tujuan sosial dalam konteks interaksi manusia. Proses ini sangat penting dalam organisasi modern, di mana pemimpin tidak hanya perlu memiliki keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan untuk mengelola perilaku diri dan orang lain dalam situasi yang penuh tantangan. Teori evolusioner ini menantang pandangan tradisional tentang kepemimpinan, yang seringkali lebih mengutamakan kemampuan teknis atau kecerdasan. Fungsi eksekutif manusia, seperti pengaturan perhatian, pengambilan keputusan yang fleksibel, dan penghambatan impuls, muncul sebagai respons...

Kesehatan Otak dan Efektivitas Manajerial

  Foto: Pexels Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernahkah Anda merasa cemas atau tertekan di tempat kerja, hanya untuk kemudian merasa sulit untuk fokus atau membuat keputusan yang tepat? Ini bukan hanya masalah biasa — kondisi ini dapat terkait langsung dengan kesehatan neuropsikologis, yang memengaruhi kemampuan atensi dan memori kerja kita. Dalam konteks manajerial, kelelahan atensi atau defisit dalam working memory (memori kerja) dapat berdampak serius terhadap efektivitas kinerja dalam tugas-tugas yang menuntut, seperti negosiasi, inovasi, dan pengawasan. Penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki kontrol atensi yang baik dan memori kerja yang kuat cenderung lebih mampu mengatasi kompleksitas dan tekanan di tempat kerja. Sebagai contoh, dalam negosiasi, pemimpin perlu menjaga fokus pada berbagai informasi yang relevan, mengingat detail penting dari berbagai pihak yang terlibat, dan secara bersamaan menanggapi perubahan situasi dengan cepat. Jika memori kerja te...