Langsung ke konten utama

Featured post

Stop Bilang Stres Itu Penyakit Mental! Otak Primitif Anda Cuma Panik!

Ilustrasi stres (Pexel.com) Agus Syarifudin Partadiredja Tanuarga Pernah merasa jantung berdebar kencang, tangan dingin, atau napas tersengal-sengal padahal Rekan PSAK cuma dikejar deadline atau berhadapan dengan atasan yang lagi bad mood ? Selamat, Rekan PSAK baru saja merasakan respons fight-or-flight klasik. Tapi jangan langsung cap diri Rekan PSAK punya masalah kecemasan atau "penyakit mental" lainnya. Seringkali, ini bukan tentang kesehatan mental yang rapuh, melainkan karena otak primitif Rekan PSAK sedang dalam mode siaga. Kita sering menganggap stres sebagai momok modern yang identik dengan gaya hidup serba cepat. Tapi sebenarnya, respons stres adalah fitur bawaan yang sudah ada sejak nenek moyang kita harus berhadapan dengan predator ganas di sabana. Ini bukan kelemahan, melainkan sebuah mekanisme bertahan hidup yang luar biasa canggih. Otak Primitif: Alarm Anti-Punah Rekan PSAK Di dalam kepala kita, ada dua bagian otak yang punya peran sangat besar dalam u...

Stres dari Perspektif Psychoneuroimmunology

Telah diketahui bahwa seluruh kerja sistem organ tubuh manusia saling berkaitan baik secara langsung ataupun tidak. Rangsangan dari luar tubuh yang menyebabkan gangguan pada salah satu sistem organ, tentu akan berakibat kepada sistem organ lainnya. 

Stres sebagai salah satu permasalahan dalam kejiwaan ternyata berdampak luas kepada sistem organ lainnya. Perkembangan keilmuan telah mengetahui bagaimana stres sebagai faktor psikologis berkaitan dengan kerja otak serta sistem kekebalan tubuh.

Sistem kerja otak dan sistem kekebalan tubuh adalah sistem kerja organ yang fital bagi individu. Permasalahan pada kedua sistem ini tentu akan berdampak besar kepada kesehatan dan kualitas hidup individu dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya. 

Kajian ini telah menjadi ketertarikan tersendiri dalam cabang keilmuan psychoneuroimmunology. 
Sistem kekebalan dan otak berkomunikasi melalui jalur sinyal.  Dua jalur utama terlibat dalam pembicaraan silang ini: sumbu Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA Axis), dan sistem saraf simpatik (Sympatic Nervous System /SNS), melalui sumbu simpatik-adrenal-medula (SAM axis).

Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem pertahanan sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Otak adalah suatu organ terpenting pada tubuh manusia yang merupakan pusat dari system saraf. 

Organ ini berfungsi untuk mengatur seluruh kerja fungsi organ lainnya seperti pencernaan, sistem peradaran darah, sistem gerak tubuh dan lainnya. Otak dan sistem kekebalan adalah dua sistem adaptif utama tubuh.

HPA axis adalah sistem neuroendokrin (saraf hormon) tubuh yang melibatkan hypothalamus, kelenjar hormon pituitary, dan kelenjar adrenal. Sistem konunikasi kompleks ini bertanggung jawab untuk menangani reaksi stress dengan mengatur produksi kortisol, sejenis hormon yang merupakan mediator rangsang saraf. HPA Axis ini akan merangsang saraf simpatik yang kemudian memerintahkan kerja organ tubuh lainnya. 

Saraf simpatik adalah saraf yang berpangkal pada sumsum tulang belakang (medula spinalis) di daerah dada dan pinggang. Saraf simpatik merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang cenderung bertindak berlawanan terhadap sistem saraf parasimpatik dan umumnya berfungsi untuk memacu dan mempercepat kerja organ-organ tubuh, seperti mempercepat detak jantung dan menyebabkan kontraksi pembuluh darah. 

Sistem ini mengatur fungsi kelenjar keringat dan merangsang sekresi glukosa dalam hati. Sistem saraf simpatik diaktifkan terutama dalam kondisi stres. Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum tulang belakang. Aktivasi SNS selama respon imun mungkin ditujukan untuk melokalisasi respon inflamasi.

Hipotalamus juga mengaktifkan medula adrenal atau simpatik-adrenal-medula (SAM axis). Medula adrenal adalah bagian dari sistem saraf otonom . Saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf perifer yang bertindak sebagai sistem kontrol, mempertahankan homeostasis dalam tubuh. 

Kegiatan-kegiatan ini umumnya dilakukan tanpa kendali sadar. Medula adrenal mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon ini membuat tubuh siap untuk respons melawan atau lari. Reaksi fisiologis termasuk peningkatan denyut jantung. Adrenalin menyebabkan gairah sistem saraf simpatetik dan mengurangi aktivitas dalam sistem saraf parasimpatik. Adrenalin menciptakan perubahan dalam tubuh seperti aktivitas menurun (dalam pencernaan) dan aktivitas meningkat (berkeringat, peningkatan denyut nadi dan tekanan darah).

Sistem manajemen stres utama tubuh adalah sumbu HPA. Sumbu HPA merespon tantangan fisik dan mental untuk mempertahankan homeostasis sebagian dengan mengontrol tingkat kortisol tubuh. 

Homeostasis adalah merujuk pada ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam (badan organisme) yang konstan. Kegagalan fungsi dari HPA axis menyebabkan berbagai penyakit yang berhubungan dengan stres. Aktivitas sumbu HPA dan sitokin saling terkait secara intrinsik. 

Sitokin berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Sitokin adalah suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel ketika diaktifkan oleh antigen. Sitokin terlibat dalam komunikasi sel-sel, bertindak sebagai mediator untuk meningkatkan respon imun melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel tertentu pada leukosit atau sel darah putih.   

Hal ini dijelaskan bagaimana sitokin inflamasi menstimulasi hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan sekresi kortisol, sementara, pada gilirannya, glukokortikoid (golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap metabolisme nutrisi) menekan sintesis sitokin proinflamasi. Sitokin memediasi dan mengendalikan respons imun dan inflamasi. 

Interaksi kompleks ada antara sitokin, peradangan dan respon adaptif dalam mempertahankan homeostasis. Seperti respon stres, reaksi peradangan sangat penting untuk kelangsungan hidup. Reaksi inflamasi sistemik menghasilkan stimulasi empat program utama.

Oleh karena itu permasalahan stress tidak dapat dianggap hal yang sepele. Terlebih di perkotaan dengan tingkat stres yang tinggi akan sangat memungkinkan masalah psikologis ini berkembang menjadi masalah fisik. 

Kegagalan dalam sistem imun akibat stres akan memicu berbagai jenis penyakit infeksi seperti infeksi dari bakteri dan virus. Penyakit kanker, autoimun, kardiovaskular, dan penyakit infeksi lainnya dengan mudah menyerang tubuh saat mengalami stres. Di sisi lain juga, stres yang berkepanjangan akan menyebabkan depresi dan gangguan mood yang dapat mengganggu fungsi dan aktivitas sosial individu.    

Deteksi dini stres dan depresi adalah menjadi hal yang penting bagi individu khususnya yang tinggal di perkotaan. Hal ini penting karena berdasarkan uraian di atas, stres erat kaitannya dengan syaraf dan imunitas tubuh. Oleh karena itu, merebaknya penyakit degeneratif dan cardiovascular di perkotaan disebabkan oleh stres yang tidak tertangani dengan baik sehingga menyerang kekebalan tubuh. Bahkan tidak dipungkiri terjadi metastasis dari sel, jaringan, dan organ yang memicu munculnya kanker. 

Penjelasan dalam perspektif psychoneuroimunologi telah menjawab hal tersebut. Sudah sepatutnya kita waspada dalam mengelola mental dan diri agar stres yang dialami dapat tertanggulangi!

Tulisan ini dipublikasikan di 
https://www.linkedin.com/pulse/stres-dari-perspektif-psychoneuroimmunology-agus-syarifudin/ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Tanda Kamu Mengalami Stres Berkepanjangan Tapi Tidak Sadar: Waspadai Bahayanya bagi Otak, Emosi, dan Iman

Ilustrasi stres yang tidak disadari Banyak dari kita berpikir stres hanya terjadi saat menghadapi masalah besar. Padahal, stres juga bisa datang diam-diam—menumpuk perlahan dalam rutinitas, tanpa kita sadari. Inilah yang disebut sebagai stres kronis tersembunyi . Ia bisa berdampak pada kesehatan fisik, mental, bahkan spiritual kita, bila tidak ditangani dengan tepat. Stres kronis terjadi ketika tubuh dan pikiran terus-menerus dalam kondisi "siaga". Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengganggu fungsi otak, merusak sistem saraf, dan melemahkan daya tahan tubuh. Yang lebih serius, stres juga bisa menjauhkan kita dari rasa tenang dan keikhlasan dalam beribadah. Berikut adalah 5 tanda kamu mungkin sedang mengalami stres berkepanjangan tanpa disadari : 1. Merasa Lelah Meski Sudah Tidur Cukup Tidur 7–8 jam semalam, tapi tetap merasa lelah saat bangun? Ini bisa jadi pertanda tubuhmu tidak benar-benar istirahat. Stres membuat kualitas tidur menurun, meski durasinya cukup. Aki...

Kenali Ciri Gangguan Belajar Anak: Waspadai dan Tangani Sejak Usia Sekolah Dasar!

Saat buah hati berusia sekolah dasar, maka mereka seharusnya memiliki kemampuan belajar yang baik.   Kesiapan belajar ini dipersiapkan di usia taman kanak-kanak.   Namun demikian perkembangan otak dan mental anak untuk siap belajar adalah pada umumnya berada di usia 8 tahun ke atas.   Sobat PSAK, sebelum kita membahas kesulitan belajar atau disebut juga gangguan belajar, mari kita dalami apa itu kegiatan belajar. Dalam bahasa Inggris terminologi ini dikenal dengan learning disablity . Namun untuk diagnosa dari masalah ini pada siswa dikenakan istilah learning disorder atau gangguan belajar. Sekilas kegiatan belajar bersifat sederhana dan sepele.  Belajar adalah kegiatan perolehan informasi baru, perilaku, atau kemampuan setelah latihan, pengamatan, atau pengalaman lain.  Kegiatan ini kemudian dibuktikan dengan perubahan dalam perilaku, pengetahuan, atau fungsi otak.  Berdasarkan uraian di atas, maka prinsip dari anak belajar adalah adanya perubahan p...

Dari Otak Primitif ke Otak Kolaboratif: Mengapa Kita Terlahir untuk Bekerja Sama?

Kini saatnya untuk bekerjasama meski dalam persaiangan. Kolaborasi adalah keniscayaan untuk mencapai kemajuan Sobat PSAK, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa manusia memiliki naluri untuk bekerja sama? Jawabannya terletak pada evolusi dan sains di balik otak kita. Evolusi dan Naluri Kolaborasi Manusia adalah makhluk sosial yang berevolusi untuk hidup dan berburu dalam kelompok. Kemampuan kita untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan satu sama lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa manusia telah bekerja sama dalam kelompok besar selama ratusan ribu tahun. Otak Kolaboratif: Rahasia di Balik Kerjasama Otak manusia memiliki beberapa fitur yang membuatnya sangat cocok untuk kolaborasi. Berikut beberapa contohnya: Mirror Neuron. Sel saraf khusus ini aktif saat kita melihat orang lain melakukan suatu tindakan, seperti tersenyum atau meniru gerakan. Mirror neuron membantu kita untuk memahami dan meniru orang lain, y...